Setelah didirikan pada 1 April 1933, Solosche Radio Vereeniging (SRV) terus berkembang dan mendapat sokongan penuh dari Mangkunegoro VII.

Baca juga: Kiprah Pemuda Solo Kembangkan Radio

Diulas dalam RRI Surakarta: dari Radio Komunitas Menjadi Radio Publik, siaran perdananya berupa Klenengan yang disajikan Javansche Kuntskring Mardiraras, sebuah perkumpulan kesenian Jawa. Siaran langsung ditujukan  ke Belanda.

Ternyata, khalayak luar negeri memberi sambutan meriah. Sinyal yang dikirim SRV dapat diterima dengan baik dan bisa didengar di Eropa. Alhasil, SRV berkembang pesat. Anggotanya bahkan bertambah hingga mencapai 4.000 orang.

Pengurus SRV kemudian mendirikan cabang-cabang di kota lain dan memunculkan nama stasiun radio baru.

Seperti pengembangan cabang SRV Kring Betawi, stasiun radio tersebut berubah menjadi Vereeniging voor Oosterche Radio Omroep (VORO) setelah mampu beroperasi mandiri. Ada lagi, SRV Kring Bandung yang kelak menjadi Vereeniging Oosterche Radio Luisteraars (VORL); dan penerbitan stasiun radio lainnya.

Tahun 1934, Pemerintah Kolonial Hindia Belanda memberi izin pendirian stasiun radio Nederlands Indische Radio Omroep (NIROM).

Baca juga: Beragam Radio Era Hindia Belanda

Tampaknya, ini adalah upaya menyaingi stasiun radio lokal milik pribumi. Pasalnya, Pemerintah Kolonial langsung menyokong pengembangan NIROM dari segi sokongan izin sarana dan prasarana, bahkan hingga pengembangan stasiun relay.

Stasiun relay NIROM telah banyak didirikan di pelosok kota Jawa, seperti Bandung, Cirebon, Tegal, Pekalongan, Semarang, Surakarta, Jogyakarta, Magelang, Malang, dan Surabaya.

NIROM juga hendak mengambil pasar dari siaran ketimuran milik radio pribumi. Maka, tahun 1936, NIROM membuka saluran khusus untuk program ketimuran yang diproduksi sendiri. Pengurus NIROM juga membeli hak siar yang dimiliki stasiun radio lokal, termasuk SRV.

Setahun kemudian, terbesit bagi pengurus NIROM untuk memonopoli siaran ketimuran. Tapi, upaya monopoli ini batal lantaran ada petisi yang digalang seorang dewan rakyat, Sutardjo Kartohadikusumo.

Selain mengurus petisi, para pegiat radio lokal bersama-sama berkumpul membahas perlawanan terhadap dominasi radio NIROM. Diprakarsai Sutardjo dan RM Sarsito Mangunkusumo, pertemuan sepakat membentuk Perikatan Perkumpulan Radio Ketimuran (PPRK) dengan ketuanya Sutardjo Kartohadikusumo pada 1937.

Baca juga: Ketika Jepang “Membajak” Radio

Penulis

  • Agil Kurniadi

    Lulusan Sejarah S1 dan S2 Universitas Indonesia ini merupakan penulis yang bergerak di berbagai isu seperti politik, ekonomi, dan sosial-budaya. Beberapa karyanya tercatat dalam konferensi nasional dan internasional. Ia sempat mempresentasikan karyanya di Universiti Malaya, sebuah universitas terbaik di Malaysia, tentang Reevaluasi Pembangunan di Timor Timur.

    Lihat semua pos

Share this post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Open chat
Hai, ada yang bisa dibantu?