Setelah kurang lebih satu setengah tahun pandemi Covid-19 membunuh lebih dari empat juta orang, bisa dikatakan wabah ini menyebar begitu cepat.
Teknologi kesehatan masa kini tentu jauh lebih canggih dibanding masa satu abad lalu. Akses informasi begitu cepat. Mobilitas penduduk yang lebih intens berkat canggihnya teknologi transportasi. Era keterbukaan pers sudah luar biasa. Tetapi, tetap saja pagebluk ini tak menghalangi seluruh masyarakat dunia untuk terjangkit.
Pencatatan yang lebih valid barangkali bisa memperlihatkan jumlah masyarakat dunia yang terjangkit secara real. Itu yang terjadi saat ini.
Tapi, lain hal jika dibandingkan dengan masa pandemi Influenza atau biasa disebut “Flu Spanyol”.
Baca juga:
Menyorot Flu Spanyol: Senjakala Pandemi Tempo Dulu
Cerita Pandemi Flu Spanyol di Tanah Toraja
Kisah Koo Eng Hien Terjangkit Flu Spanyol
Kala itu, tahun 1918, masih terjadi perang dunia I yang melibatkan banyak prajurit di medan perang. Untuk menjaga moral para prajurit, beragam berita musti diseleksi agar tak menurunkan moral mereka. Berita buruk seperti Influenza tak disebarluaskan demi menjaga moral para prajurit.
Sebagian dari tentara-tentara Amerika yang tertular temannya yang sakit tak menyadari bahwa mereka telah terinfeksi. Alhasil, virus juga menyebar di kalangan para tentara.
Kala itu juga, teknologi transportasi baru berkembang sehingga memudahkan orang-orang untuk berpindah tempat dari satu tempat ke tempat lain.
Kualitas perumahan dan lingkungan kala itu juga masih buruk; pelayanan kesehatan belum maksimal. Terlebih, pemerintah setempat juga tak siap menghadapi pandemic seperti itu. Kondisi demikian menyebabkan orang-orang orang-orang mudah terjangkit wabah. Hanya dalam waktu tiga bulan, pandemi Influenza mampu membunuh 2,5 juta penduduk Eropa. Itu pun pencatatannya belum valid seperti sekarang.