Meski harga sepeda tak lagi sekadar murah, tetapi fungsi sepeda tetaplah sama dari masa ke masa. Selain sebagai alat transportasi, sepeda menjadi bagian dari upaya menjaga kesehatan dan lingkungan.

Baca juga: Sejarah Sepeda: Gaya Hidup Millenial Masa Kini dan Lampau

Dalam kacamata medis, bersepeda mampu menjaga kesehatan jantung dan pembuluh darah dengan mengoptimalkan kinerja sistem kardiovaskular; menjaga kesehatan otot dan sendi yang bermanfaat bagi penderita osteoarthritis; serta menurunkan kadar hormon stress, seperti adrenalin dan kortisol.

Satu jam bersepeda mampu membakar setidaknya 600 kalori. Artinya, bersepeda juga mampu menjaga berat badan.

Sepeda menjadi kendaraan nonemisi sehingga bisa terbilang sangat ramah lingkungan di tengah pemanasan global yang sedang terjadi.

Orang-orang Indonesia yang menaiki sepeda pada masa kini ditengarai seperti para pegiat kesehatan dan lingkungan. Citra itu tampak nyata di kehidupan masyarakat saat ini melalui meningkatnya jumlah peminat sepeda.

Catatan dari Kementerian Perindustrian menunjukkan, terdapat peningkatan penjualan sepeda sebanyak empat kali lipat pada pertengahan 2020 dari tahun sebelumnya.

Melihat fenomena itu, sebetulnya, kita sudah tertinggal jauh oleh Amerika Serikat. Tahun 1970-an, fenomena sepeda di Amerika Serikat sangat berhubungan dengan dua peralihan budaya: Gerakan lingkungan dan peningkatan aktivitas kesehatan.

Merebaknya krisis minyak pada tahun 1973 membuat stok permintaan sepeda di Amerika Serikat membludak. Sejak saat itu, perhatian terhadap lingkungan mulai tumbuh.

Sepeda menjadi populer lantaran memenuhi kebutuhan lingkungan dan kesehatan. Banyak kelompok yang membangun infrastruktur yang mendukung rekreasi sepeda.

Di Davis, California, Amerika Serikat, mulai dikembangkan jaringan sepeda pada akhir `1960-an hingga awal 1970-an. Hingga hari ini, Davis diperhitungkan sebagai tempat yang paling ramah untuk para pesepeda di Amerika Serikat (Melissa Bopp & Daniel Piatkowski; The Bicycle: A Technology and Social History).

Sepeda bahkan terus diinovasikan di Amerika Serikat. Tahun 1970-an seterusnya, eksperimen sepeda berlanjut ke sepeda gunung. Sepeda ini bisa digunakan untuk naik-turun gunung dan melakukan perjalanan jauh.

Ciri sepedanya: bentuk ban sepeda berubah dari tipis menjadi tebal; memiliki suspensi depan dan belakang; memiliki roda gigi lebar; rem cakram hidrolik; dan rangka terbuat dari alumunium, titanium, atau serat karbon. Pengendara berposisi merunduk dengan stang yang lebih tegak pada setang datar.

Popularitas sepeda gunung menjadi popularitas yang kedua dalam sejarah sepeda yang membedakan dengan ciri sepeda jalan, lantaran memiliki proporsi tinggi dengan manfaat yang besar. Tak seperti sepeda onthel yang cenderung difungsikan sebagai sarana transportasi, sepeda gunung justru lebih dilihat sebagai praktik ekstrem kendaraan di jalanan kota dalam perjalanan pulang-pergi atau berbelanja—Dikutip dari A Short History of Bicycle.

Baca juga: Era Industri Sepeda Onthel di Negeri Tirai Bambu

Penulis

  • Agil Kurniadi

    Lulusan Sejarah S1 dan S2 Universitas Indonesia ini merupakan penulis yang bergerak di berbagai isu seperti politik, ekonomi, dan sosial-budaya. Beberapa karyanya tercatat dalam konferensi nasional dan internasional. Ia sempat mempresentasikan karyanya di Universiti Malaya, sebuah universitas terbaik di Malaysia, tentang Reevaluasi Pembangunan di Timor Timur.

    Lihat semua pos

Share this post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Open chat
Hai, ada yang bisa dibantu?