Harga sepeda saat ini memang bukan main-main. Laman pencarian google menyebutkan, harga sepeda Bmc Timemachine Road01 bahkan mencapai Rp160 juta—harga yang bahkan sedikit lebih tinggi dari mobil Honda Brio Satya S M/T.

Sepeda kini bukan lagi sekadar alat transportasi, tetapi menjadi gaya hidup. Banyak orang masa kini membeli sepeda seharga jutaan rupiah untuk memenuhi tuntutan zaman, tak sekadar sebagai alat transportasi.

Ternyata, hal itu sama seperti pada awal pembuatan sepeda. Sepeda menjadi suatu permainan orang-orang kelas atas yang bahkan lebih ekstrem dari masa kini. Begitulah, zaman terus berubah, tetapi sejarah bisa berulang.

Kurang lebih 200 tahun lalu, awal abad 19, sepeda disebut sebagai velocipede. Teknologi awal velocipede saat itu belum memiliki sistem pedal sebagai engkol kaki. Pengguna velocipede harus diisi dua orang dan menggerakkannya dengan kaki. Bahan bakunya masih dari kayu, belum melibatkan besi.

Velocipede terus dikembangkan: dari menggunakan kaki; lalu beralih ke pedal roda depan; hingga beroda besar sebelah dengan sebutan “penny-farthing”.

Tahun 1860, teknologi velocipede lebih maju dengan menggunakan rantai yang kemudian disebut bicycle atau sepeda, dan akhirnya menjadi standar teknologi sepeda saat ini.

Sejak era velocipede penny-farthing, kendaraan ini terkenal mahal dan berbahaya. Meski berbahaya, kendaraan ini menjadi ciri khas orang kelas atas saat itu. Model sepeda itu menjadi hobi mahal bagi anak-anak muda yang suka mencari sensasi marabahaya dan punya perhatian minim dengan kehidupan publik (Melissa Bopp & Daniel Piatkowski; “The Bicycle: A Technology and Social History”).

Para pengembang sepeda kemudian memperbaharui sepeda dengan model yang lebih aman, yakni sepeda dengan model rantai dengan dua roda yang berukuran sama. Model tersebut berkembang sejak tahun 1880 hingga abad 20-an. Mereka menyebutnya sebagai “sepeda aman”.

Pengembangan sepeda lebih lanjut akhirnya mempengaruhi produksi sepeda. Semakin maraknya produksi sepeda mengubah paradigma bersepeda dari sekedar hobi para elite, lalu berubah menjadi alat transportasi. Kisah sepeda sebagai alat transportasi bermula dari sini.

Baca juga: Era Industri Sepeda Onthel di Negeri Tirai Bambu

Penulis

  • Agil Kurniadi

    Lulusan Sejarah S1 dan S2 Universitas Indonesia ini merupakan penulis yang bergerak di berbagai isu seperti politik, ekonomi, dan sosial-budaya. Beberapa karyanya tercatat dalam konferensi nasional dan internasional. Ia sempat mempresentasikan karyanya di Universiti Malaya, sebuah universitas terbaik di Malaysia, tentang Reevaluasi Pembangunan di Timor Timur.

    Lihat semua pos

Share this post

1 comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Open chat
Hai, ada yang bisa dibantu?