ilustrasi perusahaan start-up

Timbul tenggelam tak lagi bersama rakyat, melainkan bersama start-up. Fenomena perusahaan start-up di berbagai belahan dunia kini tampak tenggelam, tak timbul lagi. Padahal, perusahaan-perusahaan model ini dianggap menjadi masa depan bagi ekonomi dunia.

Belakangan, keberadaan perusahaan start-up berbasis teknologi anjlok. Terjadi banyak pemutusan hubungan kerja (PHK) di perusahaan-perusahaan tersebut, seperti Meta (Facebook), Stripe, Twitter, Coinbase, Netflix, Shopify, Snap, Robinhood, Lyft, Chime, dan WATCH.

Setidaknya, lebih dari 35 ribu karyawan terdampak PHK di Amerika Serikat. Indeks Nasdaq yang banyak berisikan perusahaan-perusahaan start-up teknologi anjlok 30 persen sejak Januari 2022 (Kompas, 23 November 2022).

Menurut laporan layoff.fyi, terdapat 31.707 pekerja start-up dunia yang mengalami PHK sepanjang tahun 2022. Bulan Mei 2022, terdapat 16.923 pekerja yang di-PHK. Pada 4 Juni 2022, sudah ada 1.229 orang yang di-PHK (Kompas, 6 Juni 2022).

Sejauh ini, diketahui sector yang paling banyak PHK antara lain bidang transportasi, perjalanan, makanan, teknologi finansial, perdagangan elektronik, dan ritel. Hal ini bisa menjadi ancaman bagi pekerja start-up karena rentan untuk di-PHK.

Isu PHK oleh perusahaan start-up teknologi juga terjadi di Indonesia. Beberapa start-up yang melakukan PHK antara lain Fabelio (sejak awal 20210, TaniHub (9 Februari 2022), Pahamify, Zenius, Mobile Partner League, LinkAja, Goto, dan JD.ID.

Seperti pada perusahaan Zenius, setidaknya ada 200 karyawan harus meninggalkan perusahaan tersebut. Hal ini dilakukan sebagai upaya adaptasi dengan kondisi makro ekonomi yang dinamis sehingga memerlukan konsolidasi dan perubahan peran dalam fungsi bisnis (Kompas, 6 Juni 2022).

Fenomena ini tampak seperti langit runtuh. Perusahaan start-up yang awalnya dielu-elukan sebagai penggerak ekonomi baru, utamanya saat Pandemi Covid-19, pun juga lunglai akibat beragam tekanan ekonomi saat ini. Ternyata mereka tak sekuat yang dibayangkan.

Asal-Usul

Kehadiran start-up dalam dunia ekonomi menjadi buah bibir masyarakat belakangan ini. Maka, perlu diketahui pemahaman mengenai start-up secara garis besar.

Merujuk Merriam-Webster, kata start-up digunakan pertama kali pada tahun 1845. Ini dipahami sebagai “the act or an instance of setting in operation or motion.” Istilah ini sempat tenggelam di kalangan publik kala itu.

Meski kata start-up muncul pada abad 19, tetapi perhatian terhadap kata tersebut tidak besar sejak 1845 hingga 1940-an. Kata start-up mulai berkembang abad 20 & 21, utamanya sejak 1950 hingga 2000-an.

Istilah start-up berkembang ke arah ekonomi dan teknologi. Start-up, merujuk Oxford Dictionary, adalah “a company that is just beginning to operate.” Ini berkaitan sekali dengan perusahaan rintisan.

Dalam perkembangannya, pemahaman ini juga berkorelasi antara penggunaan kata start-up dan sejarah perkembangan teknologi. Laporan What is a Startup? A Scoping Review on How the Literature Defines Startup dari Universidade Catolica Portuguesa menyebut efek besar dari kata start-up mulai tahun 1990-an.

Saat itu, internet yang kelak memberikan banyak perubahan baru bertumbuh, tetapi minat atas jejaring ini sangat lah besar dan berdampak terhadap ekonomi.

“Saham berbasis internet mendominasi pasar ekuitas, dan ada investasi besar di internet serta start-up berbasis teknologi dengan harapan yang sangat optimis,” sebut laporan itu.

Perkembangan selanjutnya, tahun 2000-an, menempatkan internet diikuti teknologi berkembang begitu pesat, tetapi ini menjadi tahun-tahun di mana ekonomi fluktuatif. Tahun 2008, terjadi krisi finansial yang diawali dari krisis kredit rumah di Amerika Serikat. Kejadian ini mempengaruhi ekonomi negara-negara di seluruh dunia.

Tetapi setelah itu, terjadi kebangkitan ekonomi, disertai semakin canggihnya teknologi internet. Dari sinilah, titik poin melesatnya start-up dimulai.

Internet Pesat

ilustrasi internet

Pesatnya perkembangan internet bisa dilihat dari jumlah pengguna internet saat ini. Data Global Digital Overview October 2022 DataReportal menyebut jumlah pengguna internet sebanyak 5,07 miliar pengguna dari jumlah penduduk total yang sebesar 7,99 miliar jiwa pada Oktober 2022.

Perkiraan jumlah pengguna internet sebesar 63,5 persen. Jadi, setidaknya, ada dua per tiga pengguna internet dunia pada hari ini.  Peningkatan pengguna internet setahun terakhir sejak Oktober 2022 sebanyak lebih dari 170 juta pengguna.

Satu dasawarsa belakangan, muncul fenomena diskoveri berupa fitur android yang menyediakan beragam layanan serbaguna melalui aplikasi. Keberadaan ini memberikan efek besar, seperti kemudahan untuk memenuhi beragam kebutuhan manusia, serta memberikan stimulus ekonomi.

Stimulus ekonomi terjadi melalui fenomena ekonomi baru berupa ekonomi digital. Sejak fenomena ini, muncul beragam start-up yang menggunakan kecanggihan teknologi aplikasi.

Mereka menawarkan beragam layanan yang memudahkan kebutuhan publik.  Kegiatan ekonomi digital itu berupa e-commerce atau perdagangan elektronik. Pengaruhnya luar biasa.

Di Asia Pasifik, nilai penjualan di Kawasan Asia Pasifik mencapai 1,152 miliar USD atau 56,2 persen dari total penjualan di dunia pada tahun 2016 (Majalah Info ekonomi dan Kebijakan  Publik, Vol. IX, No. 16/II/Puslit/Agustus/2017)

Di Indonesia, pun demikian. Tercatat, kontribusi ekonomi digital terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia sebesar Rp632 triliun atau menyumbang 4 persen dari total PDB Indonesia yang sebesar Rp15.400 triliun pada tahun 2020 (Kompas, 22 November 2022).

Meski perusahaan start-up teknologi tenggelam belakangan ini, tetap saja tak menyurutkan untuk mengembangkan start-up. Di Indonesia saja, harapan akan ekonomi digital tetap ada.

Pada prediksi tahun 2030, disebutkan bahwa ekonomi digital menyumbang PDB Indonesia sebesar Rp4.531 triliun atau sebesar 18 persen. Harapan bagi perusahaan start-up.

Transaksi e-commerce beberapa tahun terakhir juga terus meningkat empat tahun terakhir. Transaksi e-commerce di Indonesia sejumlah Rp106 triliun pada 2018 dan Rp266 triliun pada 2020, meningkat sebesar 150,9 persen.

Proyeksi dari Bank Indonesia pada tahun 2022 bahkan menyebut transaksi e-commerce meningkat menjadi Rp530 triliun (Kompas, 22 November 2022). Bagaimanapun, keberadaan perusahaan-perusahaan start-up teknologi masih menjadi sesuatu yang menggiurkan. Meski banyak perusahaan start-up teknologi yang tenggelam saat ini, tetapi diyakini mereka akan timbul kembali.

Penulis

  • Agil Kurniadi

    Lulusan Sejarah S1 dan S2 Universitas Indonesia ini merupakan penulis yang bergerak di berbagai isu seperti politik, ekonomi, dan sosial-budaya. Beberapa karyanya tercatat dalam konferensi nasional dan internasional. Ia sempat mempresentasikan karyanya di Universiti Malaya, sebuah universitas terbaik di Malaysia, tentang Reevaluasi Pembangunan di Timor Timur.

    Lihat semua pos

Share this post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Open chat
Hai, ada yang bisa dibantu?