Jalan Medan Merdeka, Jakarta Pusat, menjadi saksi bisu dalam pendudukan kantor Radio Republik Indonesia (RRI). Pada 1 Oktober 1965, Pasukan milik Letkol Untung menduduki kantor RRI untuk menggerakkan operasinya.

Baca juga: Lahirnya RRI Sebagai Propaganda Kemerdekaan Indonesia

Di situlah, ucapan “Dewan Jenderal” pertama kalinya muncul untuk “menggantikan” presiden yang sedang sakit.

Tetapi, pihak tentara tak tinggal diam. Setelah Mayor Jenderal Suharto mengambil kendali lagi atas kantor RRI, ia mengumumkan asumsinya sebagai pemimpin atas tentara.

Baca juga: Baca juga: Segitiga Politik Kudeta 1965

**

Tahun 1965 adalah tahun bagi Suharto untuk melegitimasikan kekuasaannya. Radio menjadi alat legitimasi kekuasaan itu. Kekecewaan dan ketidakstabilan politik atas kepemimpinan Sukarno—yang telah di ujung tanduk—menyebabkan rakyat memberontak.

Ketika masa-masa kritis 1965 berlangsung, banyak aktivis mengembangkan stasiun radio di rumah-rumah pribadi sebagai bentuk penyampaian ekspresi ketidakpuasan mereka atas pemerintahan. Beberapa radio yang ditengarai terlalu politis kadangkala dilarang kekuasaan Sukarno.

Ratusan radio tidak resmi mengudara dan secara efektif menghancurkan kendali monopoli RRI atas informasi dan interpretasi aliran politik kala itu.

Para mahasiswa lebih tertarik dengan radio-radio tidak resmi. Mereka mencemooh pelarangan lagu-lagu barat di RRI, lalu menyiarkan lagu barat popular yang dilarang, seperti The Beatles dan Rolling Stones, di stasiun radio mereka.

Yang banyak diketahui, Radio Ampera, dikembangkan dua aktivis bersaudara, Soe Hok Gie dan Arief Budiman. Penyiaran dilakukan di rumah Mashuri, seorang tetangga dan kawan politik terpercaya Suharto. Radio Ampera dilindungi pasukan Suharto—dikutip dalam buku Media, Culture, and Politics in Indonesia.

Penyiaran Radio Ampera bahkan sempat unggul atas penyiaran RRI dan membuka kesempatan untuk publik mempertimbangkan berbagai macam isu.

Baca juga: Baca juga: Setelah Kudeta 1965: Kisah Tapol di Pulau Buru (Bagian I)

Penulis

  • Agil Kurniadi

    Lulusan Sejarah S1 dan S2 Universitas Indonesia ini merupakan penulis yang bergerak di berbagai isu seperti politik, ekonomi, dan sosial-budaya. Beberapa karyanya tercatat dalam konferensi nasional dan internasional. Ia sempat mempresentasikan karyanya di Universiti Malaya, sebuah universitas terbaik di Malaysia, tentang Reevaluasi Pembangunan di Timor Timur.

    Lihat semua pos

Share this post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Open chat
Hai, ada yang bisa dibantu?