Tak hanya Kisah Calon Arang, contoh lain penafsiran leak dalam sastra modern ialah peristiwa geger ’65 yang tak pernah habis dibahas dalam sejarah politik Indonesia.
Baca juga: Tafsir Leak dalam Sastra: Calon Arang sebagai Obyek Patriarki
Bermula dari Cakrabirawa –atau Tjakrabirawa dalam ejaan lama, memang bisa dikaitkan dengan leak. Nama Cakrabirawa sendiri merupakan simbol kesaktian.
Kesatuan pengawal presiden ini lahir tepat di hari ulang tahun Presiden Sukarno ke-61 pada 6 Juni 1962. Saat itu, Sukarno menyampaikan sepatah dua patah kata:
“Pada hari kelahiranku di tahun 1962, dibentuklah pasukan Tjakrabirawa. Satu pasukan khusus dengan kekuatan 3.000 orang yang berasal dari keempat angkatan bersenjata. Tugas pasukan Tjakrabirawa adalah melindungi presiden,” kata Bung Karno, panggilan akrabnya, dikutip dari buku Sukarno Penyambung Lidah Rakyat yang ditulis Cindy Adams.
Berbagai artikel tentang sejarah resimen ini menyebut penamaan Cakrabirawa didasari oleh kekaguman Sang Presiden terhadap senjata pamungkas Kresna, yakni Cakra Sudarsana atau Cakra Baskara.
Namun, dalam tafsir penulis, Cakrabirawa adalah kata gabungan dari Cakra (senjata Kresna) dengan Bhairawa (kesaktian) lantaran nama lengkap senjata Kresna bukanlah Cakrabirawa, melainkan nama yang telah disebut sebelumnya, yakni Cakra Sudarsana atau Cakra Baskara. Sementara, Bhairawa diketahui merupakan aliran tantra yang memang terkenal dengan kesaktian dan peleburan.
Mengaitkan Cakrabirawa dengan Bhairawa Cakra adalah hal unik. Cakra, dalam cerita wayang, adalah senjata Kresna titisan Wisnu. Sedangkan, Bhairawa Cakra berhubungan dengan Siwa dalam wujud paling menyeramkan.
Bhairawa juga identik dengan tantra kiri atau leak yang umum dikenal saat ini. Hubungan keduanya memang khas perpaduan simbol kesaktian pelindung para raja Jawa era kuno.
Pada kenyataannya, Cakrabirawa hanya tinggal nama dalam sejarah. Tetapi, jika mendekontruksi tafsir sejarah, maka Cakrabirawa bisa dikatakan benar-benar melindungi negara.
Editor: Agil Kurniadi