Apa bukti sejarah yang sesungguhnya dari Leak? Sejarah mencatat, bukti paling kuat praktik pengleakan pada zaman dahulu ada di Prasasti Suroaso yang berangka Tahun 1297 Saka atau 1375 Masehi.
Baca juga: Asal Usul Penyebaran Ilmu Leak
Prasasti itu menerangkan tentang pentahbisan Raja Adityawarman sebagai Ksetrajnya, yang berarti dia menerima pentahbisan atau penyucian tingkat tertinggi. Adityawarman diketahui sebagai penguasa Kerajaan Melayu Dharmasraya yang memerintah pada tahun 1347-1375.
Upacara pentahbisan Ksetrajnya ini cukup mengerikan dalam ukuran zaman sekarang.Sejarawan, Jan Lodewick Moens, meyakini Adityawarman ditahbiskan dengan melakukan ritual minum darah diantara tumpukan mayat.
Gambaran pentahbisan tersebut, menurut Moens, diwujudkan dalam arca Bhairawa Padang Roco. Arca yang ditemukan di kabupaten Sawah Lunto ini merupakan arca unik yang tak umum sebagai pemujaan di nusantara kuno.
Arca Bhairawa Padang Roco menggambarkan simbol-simbol tantra kiri atau pengleakan. Tubuh Adityawarman dihiasi dengan ukiran gelang ular yang melingkar di kaki dan lengannya. Ia sedang berdiri menginjak tubuh manusia berbadan kecil yang berbaring tanpa pakaian di atas sekumpulan tengkorak manusia.
Selain Raja Adityawarman, Raja Kertanegara yang sebelumnya membawa Kerajaan Singashari berjaya dan memerintah pada tahun 1268-1292 juga diketahui menjalankan praktek Ilmu Leak.
Raja Singashari terakhir ini merupakan penguasa politik pertama yang mengklaim secara terang-terangan mempraktekkan tantra kiri, jauh sebelum masa Adityawarman. Informasi dari Kitab Pararaton memperkuat fakta itu, yang berbunyi:
“Sira Bathara Siwa Buddha pijer anadhah sajeng… Sambi atutur komoktanira bhathara sang lumah ring panadhahan sajeng”
(Kertanegara masih minum minuman keras… kematian Kertanegara terjadi di tempat minum tuak)
Kertanegara tewas diserang Jayakatwang ketika dirinya sedang melakukan ritual Leak.
Baca juga: Leak: Aliran Kiri yang Mempersatukan Nusantara
Ada lagi bukti lainnya. Raja Kertanegara diketahui menaruh penghormatan mendalam terhadap Mpu Bharadah, tokoh terbaik menurut Kertanegara lantaran keunggulan pengetahuan dan kemampuan supranaturalnya, khususnya berkaitan dengan Leak.
Dalam Prasasti Wurare bertarikh 1289 Masehi yang ditulis pada lapik (alas) arca Joko Dolog, disebutkan, “yo purā paṇḍitaç çreṣṭha, āryyo bharāḍ abhijñātah, jñānasiddhim samagāmyā, bhijñālabho munïçwarah. mahāyogïçwaro dhïrah, satweṣu kāruṇātmakah, siddhācāryyo māhawïro rāgādikleçawarjjitah.” (Rahmawati, Wella Princa, Jurnal Pendidikan Sejarah Avtara, Vol. 5, Oktober 2017)
(Adalah Arya [Mpu] Bharada yang terhormat di antara yang terbaik dari golongan orang-orang bijak dan orang-orang terpelajar, yang konon pada masa lampau, zaman terdahulu, berdasarkan hasil kesempurnaan pengalamannya oleh karenanya memperoleh abhijna [pengetahuan dan kemampuan supranatural]. Terkemuka diantara para yogi besar, yang hidupnya penuh ketenangan, penuh kasih dan makhluk yang pandai berserah diri, seorang guru Siddha, seorang pahlawan besar dan yang berhati bersih jauh dari segala noda dan prasangka).
Arca Joko Dolog adalah perwujudan Kertanegara moksa sebagai Jina (Dhyani Buddha) dengan perlambang Buddha Agung Akshobya. Arca ini sekilas merupakan arca Buddha, namun arca ini dianggap bagian dari sinkretisme Siwa Buddha di Candi Jawi.
Selain itu, terdapat peninggalan Kertanegara lain yang bernuansa sinkretisme tantra kiri Siwa dan Buddha. Seperti Candi Jago, candi ini adalah tempat persembayangan Siwa Buddha dan menjadi bukti sinkretisme.
Bukti peninggalan praktek pengleakan Kertanegara paling tegas adalah Prasasti Kebo Parud berangka tahun 1296 di pura Kebo Edan, Kabupaten Gianyar, Bali.
Prasasti yang menjadi lapik arca Bhairawa ini mengisahkan tentang penaklukkan Bali oleh Singashari pada tahun 1284. Kebo Parud, panglima pasukan Kertanegara, adalah penganut tantra kiri dan menjadi pimpinan dalam penaklukkan ini (Yoga, I Komang Krisna dkk, Kajian Pendidikan Sejarah Universitas Pendidikan Ganesha)
Editor: Agil Kurniadi