Tantra berasal dari kata “Tan”, artinya memaparkan kekuatan dewa. Tantra berkaitan dengan praktek ritual ibadah yang bertujuan pada pembebasan dari kebodohan dan kelahiran kembali, alam semesta yang dianggap sebagai kekuatan dewa, terutama Shakti dan Siwa.
Sedangkan, Bhairawa secara bahasa berarti “mengerikan” atau “menakutkan”. Bhairawa adalah salah satu perwujudan Siwa dalam bentuk yang menakutkan dan dihubungkan dengan tindakan pemusnahan atau pembinasaan.
Bhairawa digambarkan hiasan belitan ular yang dikenakan sebagai anting, gelang, gelang kaki, dan tali kasta (yajnopavita), mengenakan cawat kulit harimau, dan berhiaskan rangkaian tengkorak manusia. Bhairawa memiliki seekor serigala sebagai wahana (kendaraan).
Menurut tradisi, Tantra Bhairawa disebut juga sebagai Tantra Kiri, yang dalam mencapai pencerahan spiritual dengan pendekatan lewat pemenuhan nafsu duniawi. Apabila nafsu terpuaskan, maka akan timbul kejenuhan sehingga pencerahan spiritual akan hadir bersamaan dengan kejenuhan itu
Lawannya, Tantra Kanan, merupakan jalur spiritual yang membatasi aktivitas inderawi, mengekang nafsu. Namun, ajaran tantra mengatakan bahwa jalur kiri hanya boleh dilakukan setelah tamat di jalur kanan.
Sekilas, tantra kiri bertentangan dengan tantra kanan, tetapi keduanya tidaklah bertentangan. Tantra kiri ibarat ungkapan “Tanpa lumpur tidak akan pernah ada teratai yang mekar sempurna”–no mud no lotus.
Keseimbangan antara keduanya diperlukan. Sebab bila hanya tantra kanan yang mengekang hawa nafsu, maka batin akan semakin bergejolak dan justru pada akhirnya tidak akan merealisasikan apa-apa. Sejatinya, Tantra Kiri bertujuan untuk mentransformasikan hawa nafsu atau gejolak batin menjadi kebijaksanaan.