Erdogan tampak sumringah menyaksikan hasil Pemilihan Umum (Pemilu) putaran kedua di tahun 2023 ini. Presiden Turki yang sebelumnya diprediksi kalah dalam survey Pemilu itu menang telak atas lawannya, Kemal Kilicdaroglu.

Pemilu kali ini menjadi Pemilu kesekian kalinya yang dimenangkan Erdogan sejak menjabat sebagai walikota Istanbul pada 1990-an. Erdogan yang didukung partai berhaluan nasionalis dan agamis mampu mengalahkan kubu oposisi yang berjumlah lebih besar.

Dalam sejarah Turki modern, Erdogan adalah pemimpin yang paling lama berkuasa. Dengan kemenangan ini, Erdogan yang melambangkan konservatisme mampu menjungkirbalikkan pihak sekularis berulang kali.

Erdogan memang cukup kuat di daerah pedesaan Anatolia yang cukup konservatif walaupun gempa besar sempat melanda wilayah tersebut pada Februari lalu. Hal ini berbeda dengan Kilicdaroglu yang mendapat basis dukungan kalangan urban sekuler masyarakat Mediterania. Pemilu kali ini memperlihatkan polarisasi yang sangat tajam di masyarakat Turki.

Suasana politik yang panas di negara tersebut membuat masyarakat seolah terbelah dan saling menyerang kandidat lawan satu sama lain. Kecaman dan hujatan muncul pada kedua kandidat dengan menyorot kelemahan masing-masing.

Beberapa hari sebelum Pemilu, Erdogan menyerang lawannya sebagai Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender (LGBT), sedangkan Kilicradaroglu menuduh sang presiden telah “menjual” Turki kepada pengungsi.

Suasana yang “panas” membuat semua orang khawatir, bahkan memperkirakan sang petahana akan kalah dalam Pemilu yang dianggap paling penting pada tahun ini.

Survei-survei sebelum Pemilu memperlihatkan bahwa Erdogan akan kalah dan kemenangan oposisi yang di depan mata. Akan tetapi, pada hari H, ternyata pemilih masih menyukai Erdogan karena dianggap akan memberikan kestabilan politik ketimbang oposisi yang sangat beragam.

Jauh sebelum Erdogan berkuasa, Republik Turki modern didirikan oleh Mustafa Kemal Ataturk yang berdasarkan sekulerisme. Beliau mencita-citakan berdirinya Negara modern Turki yang meniru wajah Eropa dengan sekulerisme sebagai rohnya.

Sayangnya, reformasi Ataturk cuma berdampak besar pada masyarakat perkotaan sehingga mengakibatkan adanya perbedaan yang mencolok dengan rakyat pedesaan. Rakyat pedesaan masih cukup konservatif ketimbang warga perkotaaan yang lebih banyak terpapar program Ataturk.

Erdogan mampu mengkapitalisasi kekuatan konservatif yang masih ada di pedesaan dan memobilisasinya untuk mendapatkan suara dalam pemilu.

Erdogan dianggap sebagai perwujudan dari kekuatan politik konservatif yang ada di daerah pedesaan Anatolia. Rakyat menganggap Erdogan sebagai pemimpin yang kuat dan mampu mengembalikan marwah Turki di panggung politik internasional.

Beliau juga mampu memainkan peran yang penting dalam perang di Ukraina karena mampu diterima oleh kedua belah pihak yang berkonflik.

Pemilu ini mengukuhkan Erdogan sebagai pemimpin terkuat pada masa Turki modern melebihi masa jabatan Ataturk sebagai pemimpin negara legendaris. Kemenangan Erdogan ini mampu mengejutkan dunia yang sebelumnya memprediksi kejatuhannya.

Dalam usia republik Turki yang ke-100 ini, Erdogan menyatakan akan membangun Turki yang hebat dan kuat. Dengan mengusung Neo Ottomanisme dari warisan Kesultanan Utsmaniyah yang kuat dan melegenda, Erdogan memimpikan lahirnya Turki yang mampu berperan penting dalam panggung politik global, baik di barat maupun timur.

Ia ingin menguatkan citranya sebagai pemimpin muslim paling berpengaruh pada abad ke-21. Hal ini tentu sejalan dengan visi misi yang dimiliki oleh Erdogan tentang Turki.

Kemenangan ini makin mengukuhkan cengkeraman kekuasaan Erdogan atas Turki selama 20 tahun lebih.

Selamat berkuasa kembali Sultan Erdogan!

Penulis

Share this post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Open chat
Hai, ada yang bisa dibantu?