Sejak kontrak monopoli dagang diberlakukan pada akhir abad 16, orang-orang Banda mulai tidak suka dengan Belanda (VOC).
Menurut Sejarawan Batara Hutagalung, Belanda sangat menekan harga pala sehingga membuat orang kaya, penguasa dan pedagang setempat, menjual pala dan bunga pala kepada pihak lain.
EIC, kongsi dagang dari Inggris, menjadi wadah bagi orang-orang Banda untuk menjual pala dan bunga pala dengan harga yang lebih tinggi dibanding Belanda.
Baca juga: Banda: Ketika VOC Mengusir Portugis
Wajar saja jika komoditi ini diperebutkan. Sebab, berdagang pala dan bunga pala memiliki keuntungan besar.
Di Eropa, Belanda dan Inggris bahkan mampu menjual komoditi tersebut sebesar 250 hingga 300 kali lipat dari harga belinya di Banda (Batara Hutagalung, (2018), Indonesia Tidak Pernah Dijajah).
Masing-masing dua negara, Inggris dan Belanda, mengklaim dokumen kontrak dan kesepakatan dengan orang-orang Banda. Mereka memberikan ultimatum satu sama lain, mengancam dengan kekerasan dan membenarkan penggunaan kekuatan perang jika terjadi ketidakstabilan atas nama “kebebasan”.
Tapi terlepas dari itu, orang-orang Banda menjadi korban atas kompetisi Belanda-Inggris di Asia pada periode 1609-1621 (Martine Julia van Ittersum (2016), “Debating Natural Law in the Banda Islands: A Case Study in Anglo–Dutch Imperial Competition in the East Indies 1609–1621”, History of European Ideas).
Puncak dari kebencian orang-orang Banda terhadap Belanda terjadi pada kasus pembunuhan Pieter Willems zoom Verhoef pada 1609. Mereka membunuh Komandan VOC itu, bersama 40 anak buahnya, dengan menjebaknya di hutan, lalu membunuhnya.
Penerus jabatan dari Verhoef, Simon Janszoon Hoen, tak terima dengan hal itu. Ia hendak membalas dendam.
Hoen bahkan menuding William Keeling, admiral pelayaran ketiga EIC, “bermain mata” dengan orang-orang Banda. Ia menuding secara terbuka bahwa Keeling memberikan informasi penting, serta menjual senjata dan amunisi kepada orang-orang Banda guna melakukan perlawanan besar-besaran terhadap Belanda di desa-desa Banda.
Atas peristiwa tersebut, ketegangan konflik semakin memanas. Sejak tahun 1609 hingga 1621, terjadilah perang memperebutkan kekuasaan antara orang-orang Banda dan Inggris (EIC) melawan Belanda (VOC) di pulau-pulau Banda.